agosto 27, 2007

Kepribadian dan Pavia, Lombardia, Italia

O’Father please forgive me for I have sinned.

Saya ingin membuat satu pengakuan. Saya merasa linglung di Jakarta.
Masalahnya mungkin tampak simpel tapi tolong jangan remehkan!
Buat laymen (si awam, seperti saya ini) perlu pengetahuan filosofikal yang solid untuk menganalisanya. Jadi begini: di Jakarta tercinta namun penuh asap timbal ini saya telah beberapa kali mencoba melamar pekerjaan. Pekerjaan formal dan informal dan mencarinya pun dengan metode konvensional, via iklan-iklan pekerjaan di media. Mata saya kini terbiasa skimming job ads tersebut (nb. yang tak jarang ditulis dengan bahasa Inggris yang “seadanya” di mana error gramatikal bergelimpangan, hmm … tapi bukan itu inti enigma kita kali ini). Bukan bohong bukan bual, saya kini piawai skimming syarat dan presyarat, requirements di job ads. Tapi … ini dia the crux of the question, kadang saya mandek, entah bagaimana harus bersikap. Soalnya seringkali diminta “BERWAJAH DAN PENAMPILAN MENARIK” dan reaksi saya seketika, waduh kriterianya apa yah? Apakah direktur (HRD) company tersebut akan membuat checklist saat menginterview saya? Ngomong-ngomong wajah dan penampilan yang menarik itu seperti apa sih? Adakah kisi-kisi guide berwajah aduhai. Bah … padahal job tsb sama sekali tidak mencari model atau pemain sinetron loh!

Tapi satu lagi yang lebih impresif, kadang syarat yang harus mutlak saya miliki, “BERKEPRIBADIAN MENARIK” whoaaaah… hang on a sec, bodohnya saya, selama ini saya pikir kepribadian (personality) itu sebuah konsep abstrak. Oh la la seandainya saja Socrates atau Plato 2500 tahun yang lalu sempat menerawang dan menulis kitab “Dapatkan kepribadian menarik”, bayangkan betapa kita semua akan beruntung jika ada panduannya. Sungguh saya ter-intrigued untuk mengetahui di mana kepribadian saya di skala korporat mereka, apakah saya menarik atau membuat orang ingin muntah? Tolong kontak saya bagi yang telah menemukan metode pengukuran penampilan dan kepribadian yang “menarik” yah yang kira-kira, approximate juga boleh kok.
Mea culpa, mea culpa, mea maxima culpa.

post scriptum: Saya telah berkecimpung makan asam garam melamar kerja di luar Indonesia, tapi memang tak berguna mendebati sistem HRD di RI sangat unik, jauh lebih sophisticated (err …!) dari HRD negara-negara industrial.

pps. bagi pengunjung setia blog ini, ada sedikit utang dari saya sekaligus token tanda kangen saya terhadap negeri Italia. Tolong jangan tanya apakah saya rindu negeri Italia!!! Jawabannya sama seperti jawaban Anda, “Apakah ikan berenang di air?”


Il Duomo di Pavia


Piazza principale di Pavia

Kota Pavia, piazza dan Duomo di Pavia. Saya mengunjungi kota tranquil Pavia di suatu kesempatan yang sangat singkat, bulan Mei lalu. Sebab jarak Pavia dan Milan yang tak lebih dari 30 menit dengan kereta, mudah saya tinggal melompat ke gerbong trenitalia. Pavia sendiri, seperti kota-kota provincial Italia lainnya, berukuran human-scale. Justru ini kesuperioritasan bangsa Eropa dari Amerika/Asia (buang jauh-jauh filosofi, bigger’s better beurkk…).

Centro Pavia tak terlalu besar, tenang, dengan centro yang “megah”. Di mata saya memang megah, grandiose, tapi sangat elegan sebab tepat di smack bang centro-nya katedral Pavia berdiri anggun mengerling kepada pengunjung. Salah satu masterpiece arsitektural era Byzantium yang tak banyak ditemukan di Italia.

Dan seperti kota-kota Nord (Utara) lainnya, Pavia berlandscape rata, flat, maka itu sepeda-sepeda pun mudah melaju di mana-mana. Ditambah lagi dengan komunitas mahasiswanya. Yah, begitulah si cabe rawet Pavia, kotanya boleh kecil cuwil tapi universitasnya (Università di Pavia) salah satu universitas TERTUA di Eropa (abad ke-12) dan sangat TERKEMUKA seantero Italia.

2 comments:

Anonimo ha detto...

hehehe selamat datang di dunia paradoks, mac. Ini Jakarta :D

Anonimo ha detto...

macchi, kok pulang sih

chuis en hiatus mode, via YM or email aja kl mo kontak:
myrfa tirer en bas quatre-vingt neuf at yahoo point com

j'ai lu enfin ton message sur mon shoutbox mais c'était trooop tard. en plus à ce moment là j'étais encore à londre.

courage,
~ la lyonaise