giugno 26, 2008

Sayembara “Review CIAO ITALIA!”


Manisnya Italia di Mata Gama
http://gagasmedia.net/index.php?option=com_content&task=view&id=288&Itemid=1
Wednesday, 02 July 2008
Perjalanan Gama dimulai dari kota legendaris, Roma. Roma dengan beragam sudut sejarah yang mengesankan tempat Colosseum berada. Lalu duaratus kilometer dari Roma, tibalah di Perugia tempat ia kuliah. Di Universita per Stranieri ini Gama belajar bahasa Italiano.

Sebagian besar tempat-tempat penting di Italia dari Utara hingga Selatan juga ia dijejakinya.
Dari awal hingga akhir buku Ciao Italia menyuguhkan info seru dan membuat kamu iri.

Hah iri? Pasti, terutama bagi kamu yang belum pernah menjelajah desa-desa penting dan bersejarah di Italia. Misalnya, Cinque Terre sebuah desa yang nampak seperti aslinya di abad 16. Cat tembok dan genteng rumah didominasi warna kuning dan merah.

Dan di situlah warisan kebudayaan di jaga ketat. Di negeri tua itu ternyata tersimpan banyak pemandangan desa-desa tradisional yang menakjubkan. Berada di Italia adalah bak berada ruang sejarah masa lalu.

Namun untuk berpetualang di negeri yang dikenal dengan kejahatan terorganisir alias sarat mafianya butuh nyali besar. Saat akan berkunjung ke kota Naples, pesan-pesan seram penuh rasa was-was yang membuat Gama tergetar. Namun, kenekatannya tetap menggiringnya pergi menelusuri Naples. Sebuah kota yang memiliki tingkat kejahatan tinggi. Kota itu terletak di bawah Gunung Vesuvius yang aktif, di mana seks diobral dengan transparan.

Menyimak buku ini bak menonton acara televisi Globe Trekker yang dipandu Ian Wright. Sebuah acara jalan-jalan ala backpacker ke berbagai negeri. Bukan melebih-lebihkan. Sebab di Ciao Italia petualangan menyusuri negeri yang sarat peninggalan sejarah itu padat info dan foto-foto yang mengagumkan. Juga berisi tip dan trik alokasi bujet minimal untuk pelajar dalam setahun.

Buku Ciao Italia, Petualangan Empat Musim adalah wujud kekaguman Gama saat mengena manisnya Italia. Dalam buku ini juga bisa kita temukan tip backpacking ekonomis: dari mencari tiket, hostel hingga makanan murah.


Kamu sudah menikmati petualangan menjelajahi negeri spaghetti melalui buku Ciao Italia? Kalau sudah, saatnya kamu berbagi cerita dengan kita!

Caranya mudah saja, tuliskan review-mu dan menangkan paket buku dari GagasMedia. Bukan itu saja lho, pemenang akan mendapat souvenir spesial yang keren abis dan asli dari Italia. Ini dia nih, souvenirnya!

1. Figurine kayu Pinocchio. tinggi 10 cm, lebar 5 cm dan tebal 1 cm;
2. Model menara Pisa. Panjang 10 cm, lebar 5 cm;
3. Model menara Pisa. Panjang 10 cm, lebar 5 cm. Walau jenis dan ukuran souvenirnya sama, tapi souvenir nomor 3 ini beda lho sama nomor 2.

Tunggu apa lagi?! Tuliskan review Ciao Italia! kamu dengan gaya bebas, bisa panjang atau singkat, tapi jangan keluar dari tema berikut ini.
1. Apa pendapatmu tentang negeri Italia, sebelum dan sesudah kamu membaca Ciao Italia!
2. Bagian apa di Ciao Italia! yang paling berkesan buat kamu? Sebutkan alasannya ya!

Bagi yang punya blog sendiri, posting saja review tersebut di blog kamu lengkap dengan satu buah foto kamu dan buku Ciao Italia-mu!

Nah, bagi yang tidak punya blog, jangan khawatir! Kamu masih bisa berpartisipasi dengan mengirimkan review dan foto tersebut ke email ini: unmacchiato@gmail.com

Jangan lupa untuk mencantumkan nama dan alamat lengkap. Review kamu ini kita tunggu selambat-lambatnya tanggal 15 Agustus 2008. Tidak usah takut dipilih dengan asal, karena karya yang terpilih dinilai langsung oleh Gama Harjono—penulis Ciao Italia! dan redaksi GagasMedia.

giugno 20, 2008

Catatan Petualangan Empat Musim di Italia Diluncurkan - Media Reviews

KOMPAS
http://entertainment.kompas.com/read/xml/2008/06/17/23461333/catatan.petualangan.empat.musim.di.italia.diluncurkan.


Catatan Petualangan Empat Musim di Italia Diluncurkan

Selasa, 17/6/2008 | 23:46 WIB

JAKARTA, SELASA - Ciao Italia! Catatan Petualan Empat Musim, buku pengalaman Gama Harjono, pelajar Indonesia yang sempat berada di Italia selama setahun, Selasa (17/6) diluncurkan dan dibedah di Institut Kebudayaan Italia, Jakarta.

Buku yang diterbitkan oleh Penerbit GagasMedia Jakarta tahun 2008 itu diperkuat dengan foto-foto dan memberikan tip dalam melakukan perjalanan ke Eropa. "Bagi saya ini semacam memoar," kata Gama Harjono.

Pemimpin Redaksi GagasMedia, Windy Ariestanty, mengatakan, buku genre lifestyle ini mengajak pembaca melewati ruang-ruang kelas universitas di Italia, galeri seni ternama, sampai pesta-pesta mahasiswa Eropa yang seru.

"Perjalanan penulis akan menggiring pembaca menikmati tempat-tempat di pelosok Mediterania, mulai dari kota metropolis berusia lebih dari dua milenium hingga desa terpencil yang menyimpan banyak harta karun seni dan kejutan tak terduga. Juga ada tip bacpacking ekonomis:mendapat akomodasi gratis di Eropa, mencari tiket, hostel, dan makanan murah," ujarnya.

Artis Bella Saphira, juga tampil mengisahkan pengalamannya ketika tinggal di Italia selama sebulan. "Buku ini cukup mewakili suasananya, makanannya, dan orang-orangnya," ujarnya. "Saya jatuh cinta dengan Italia, sampai kursus segala," akunya.

Sebaliknya, Filomena Vaccaro yang asal Napoli, Italia, dan kuliah di Jakarta, juga bercerita tentang Italia seraya membandingkannya dengan Indonesia. "Tinggal di Jakarta saya seperti berada di Napoli. Macet, panas, dan banyak pencopet," katanya. (NAL)


MEDIA INDONESIA - 19 Juni 2008
http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=MTA0MzM=

Tren buku lokal
Di Indonesia sendiri, baru-baru ini tampaknya ada kebutuhan pasar yang terus meningkat akan buku-buku catatan perjalanan. Beberapa menekankan bahwa untuk berjalan-jalan, terutama ke luar negeri, tak butuh biaya supermahal.
Keliling Eropa 6 Bulan Hanya 1.000 Dolar! dari Marina Silvia contohnya. Bagian awalnya berfokus pada tips mendetail tentang caranya merencanakan perjalanan, menentukan besarnya pengeluaran, dan menunjukkan cara berhemat.
Tapi The Naked Traveler-nya Trinity lebih menekankan kehausan melakukan perjalanan lewat kekayaan pengalamannya di tujuan yang begitu beragam.
Sementara Ciao Italia! karya Gama Harjono yang baru diluncurkan Selasa (17/6) lalu adalah catatannya mengenal Italia selama setahun tinggal di sana.
Apa pun alasannya, cukup banyak seleksi buku berbeda yang mampu menumbuhkan hasrat untuk melakukan perjalanan. Mulai dari alasan ego, pencerahan, perbaikan diri, keluar dari rutinitas, atau melihat dunia. *


REPUBLIKA


Koran » Pustaka
Minggu, 29 Juni 2008 11:02:00

Petualangan Empat Musim di Italia

''Jikalau saya memperoleh satu dolar setiap kali ditanya 'Mengapa Italia?', sekarang saya pasti sudah jadi miliuner.'' Kalimat yang diutarakan Gama Harjono dalam pengantar bukunya itu mungkin terasa berlebihan dengan menyebut angka empat kali lebih besar dari penduduk negeri ini. Tapi, bisa dipahami. Gama cuma ingin menegaskan betapa ia menyenangi negeri yang disebutnya kaya akan seni itu.

Ia memang membuktikan ucapannya. Setahun belajar di Italia, catatannya tentang negeri ini memenuhi blog pribadinya. Dalam kurun waktu itu, ia melintasi empat musim. Tak ia bayangkan sebelumnya, catatan-catatan itu menarik minat Windy Ariestanty, pemimpin redaksi penerbit GagasMedia. Lahirlah buku Ciao Italia! Catatan Petualangan Empat Musim.

Diluncurkan di Institut Kebudayaan Italia Jakarta, Selasa (16/6), buku setebal 287 halaman ini tidak sekadar mengisahkan perjalanannya menuju Italia dan petualangannya di sudut-sudut negeri itu, tapi juga disertakan foto-foto dan tips melakukan perjalanan ke Eropa. ''Buat saya, buku ini bisa menjadi navigasi buat yang mau ke sana,'' ucap Windy.

Gama mengakui rasa ingin tahu terpicu ketika ia mengenal dan berinteraksi dengan komunitas Italia di Australia. ''Sikap mereka yang hangat dan penuh kekeluargaan meninggalkan kesan tersendiri,'' tulisnya. Januari 2004, merupakan kali pertama ia menginjakkan kaki di Republica Italiana. Tapi, itu hanya sehari. Ternyata, pandangan pertama melahirkan cinta. Sejak itu ia merasa yakin, pasti kembali ke Italia.

Keyakinannya terbukti. Setelah lebih dari dua tahun melakukan persiapan --termasuk ikut tiga semester kelas bahasa Italia di Sidney, Juli 2006 ia memenuhi keinginannya, kembali ke Italia. Mulailah Gama membuat catatan di blog pribadinya dalam penjelajahannya di sudut-sudut negeri itu. ''Setahun di Italia adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah saya ambil,'' kata dia.

''Oh, my course starts next week.'' Itulah kalimat pertama yang meluncur dari mulut Gama ketika kali kedua menginjakkan kaki di Italia. Gama ke Italia tak hendak berwisata, melainkan sebagai seorang pelajar. Status itu dipilihnya agar dapat merasakann menjadi orang Italia sesungguhnya. Selain mencari pengalaman sebagai orang Italia asli, Gama juga melakukan perjalanan keliling negeri itu. Seluruh kisah itu ditulisnya dalam bukunya itu.

Andai bukan karena seorang teman, catatan-catatan Gama dalam blog pribadinya, boleh jadi, tidak seperti sekarang ini. Sekali waktu, Windy Ariestanty mendapat kabar dari seorang temannya. Sang karib mewartakan, ada sebuah blog yang mengisahkan Italia secara detail. Windy penasaran. Sampai di puncak malam ia berselancar di internet, mencari tahu blog yang diceritakan temannya. Tapi, wualaah, berbahasa Italia, bahasa yang tidak dipahaminya. ''Saya sempat putus asa,'' ucap Windy.

Di tengah pencarian, dia menemukan tulisan dalam bahasa Inggris. Semangatnya kembali bergairah. ''Saya tinggalkan pesan, mau buat buku (dari blog tersebut),'' kata dia. Selain pesan lewat e-mail, ia juga menerakan nomor kontaknya. ''Waktu itu saya berpikir, ini ada materi yang menarik. Cukup akurat, membawa kita ke Italia,'' kata dia. Windy lantas membawanya ke rapat redaksi. Usulannya pun diterima.

Beberapa hari berselang, Gama meneleponnya. Keduanya lalu bertemu. Kala itu, tahun 2007. Mereka sepakat menerbitkan catatan-catatan Gama dalam bentuk buku. Tapi, persoalan baru muncul: Bagaimana menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia? ''Prosesnya berjalan sekitar setahun, tiga kali ganti editor,'' kata Windy soal proses penerjemahan yang dilalui.

Gama mengawali buku ini dengan penjelasan mengapa ia memilih belajar di Italia. Bagian berikutnya ia mengisahkan perjalanannya hingga mewujudkan impianya menginjakkan kaki kembali di negeri itu, sampai petualangannya ke Florence, daerah yang disebutnya molek, banyak dikunjungi wisatawan mancanegara. Gama melengkapi bukunya dengan potret perjalanannya.

Windy mengakui setelah membaca buku ini pikirannya berubah. Semula dia tak bercita-cita pergi ke Italia. ''Gama berhasil mempengaruhi saya sehingga saya ingin ke sana,'' kata Windy. Windy menangkap kesan dari tulisan Gama bahwa setiap sudut negeri itu adalah sejarah. ''Buku ini cukup mewakili apa yang pernah saya rasakan. Suasananya, makanannya. Ya, begitulah,'' sahut Bella Saphira, artis yang pernah mengunjungi Italia. Untuk mengenal Italia, kata Bella, buku ini sangat membantu.

Bella juga menyenangi negeri ini. Cintanya pertama kali tertambat di kota Roma. ''Di kota Roma, setiap sudutnya kita bisa berfoto. Salah satu kebiasaan orang Indonesia, suka berfoto. Roma, di segala sudutnya kita bisa berfoto,'' kata Bella.

Buku Ciao Italia! Catatan Petualangan Empat Musim, tak sekadar mengenalkan sudut-sudut Italia. Buku ini juga mengajak melewati ruang-ruang kelas di negeri itu, galeri seni ternama, sampai pesta-pesta mahasiswa Eropa yang seru. Bagaimanapun, Gama telah membawa pembaca bukunya ke Italia, sebelum mereka menginjakkan kaki di negeri itu. bur

( )


SUARA PEMBARUAN

Siapkan Biografi

sp/irawati diah astutiBella Saphira

Lama wajah cantik Bella Saphira tidak muncul di layar kaca. Tetapi bukan berarti lajang kelahiran Magelang 6 Agustus 1973 itu hanya berpangku tangan. Dia masih tampil di berbagai kegiatan off air, terutama sebagai penyanyi dan MC.

Kesibukan Bella juga bertambah mempersiapkan album rekaman terbaru, menulis buku biografi, dan kursus bahasa Italia. Kini, bertambah satu lagi yang pasti akan mengobati kerinduan penggemarnya. Ya, Bella akan kembali menunjukkan kemampuan aktingnya di layar kaca. Ketika ditemui saat peluncuran buku Ciao Italia, karangan Gama Harjono, di Pusat Kebudayaan Italia, Jakarta, Selasa (17/6), Bella mengaku telah comeback ke layar kaca.

"Saya kembali lagi berakting di televisi setelah sekian lama. Hanya saja yang ini bukan sinetron, tetapi acara situasi komedi berjudul Sketsa," katanya. Sarjana Ekonomi Trisakti itu tidak merasa terbebani tampil di acara komedi. "Selama ini saya sering menjadi bintang tamu di panggung komedi, jadi saya tidak canggung. Bahkan untuk yang ini saya benar-benar tidak memikirkan honornya. Yang penting fun," ungkap Bella.

Pilihan tampil di komedi situasi dilakukan mantan finalis Gadis Sampul itu dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya karena dirinya tidak ingin terikat dengan jadwal syuting yang terlalu ketat. "Kesibukan saya sehari- hari sudah sangat padat. Saya ingin punya waktu lain untuk mengerjakan hal-hal yang saya impikan seperti album dan buku. Jadi, syuting seperti sinetron yang striping benar-benar direm," ucap aktris yang antara lain membintangi sinetron Rumah Beton, Di Antara Dua Pilihan, Dewi Fortuna, dan Wah Cantiknya II itu.

Menurut Bella, buku yang ditulisnya berkisah tentang dirinya sendiri. Buku itu sebenarnya sudah hampir selesai. Namun Bella ingin buku itu diluncurkan bersamaan dengan single dari album terbarunya. "Semua masih dalam proses. Semoga dalam tahun ini semua selesai. Doakan ya," ujarnya lagi. [W-10]


KROSCEK

Buku 'Ciao Italia' Di Launching

Jakarta – Penerbit buku PT. Gagas Media bekerja sama dengan Pusat Kebudayaan Italia, dan Gramedia, hari ini menggelar acara 'Book Launch and Book Discussion Ciao Italia', di Pusat Kebudayaan Italia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17/06) siang.


'Ciao Italia', sebuah buku tentang bagaimana suka duka penulisnya dalam melewati suka duka selama menginjakkan kaki di Italia, dalam melewati dan menikmati tempat-tempat di pelosok Mediterania saja. Tapi juga dari kota metropolis berusia lebih dari dua milenium hingga desa terpencil yang menyimpan banyak harta karun seni dan kejutan tak terduga.

Menurut penulis buku 'Ciao Italia', Gama Harjono, "Dalam buku ini, saya ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk melewati ruang-ruang kelas Universitas di Italia, galeri seni ternama, sampai pesta-pesta mahasiswa Eropa yang seru, serta merasakan bagaimana makanan khas Italia yang terbuat dari bahan-bahan asli dari Italia di sini," papar Gama kepada krosceknews.com, ketika ditemui usai acara 'Book Launch and Book Discussion Ciao Italia', di Pusat Kebudayaan Italia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17o/6) siang tadi.

Gama pun mengakui, bahwa setiap kisah dan suka-duka saat berusaha mengenal Italia, ia torehkan dengan sebuah kejujuran, dan akhirnya ia sampai mencintai 'Negeri Pasta' ini, seperti mencintai bangsa sendiri.
Rini/krosceknews.com


Available online click here, or here




Ciao Italia: Catatan Petualangan Empat Musim
Penulis: Gama Harjono
Penerbit: Gagasmedia, 2008

Apakah berkeliling Eropa salah satu impianmu? Atau bersekolah di luar negeri dan bergaul dengan teman-teman baru yang selalu haus petualangan? Buku ini mengajakmu untuk melewati ruang-ruang kelas universitas di Italia, galeri seni ternama, sampai pesta-pesta mahasiswa Eropa yang seru.

"Ciao Italia" akan membawamu menikmati tempat-tempat di pelosok Mediterania, mulai dari kota metropolis berusia lebih dari dua milenium hingga desa terpencil yang menyimpan banyak harta karun seni dan kejutan tak terduga (buktikan dengan foto-fotonya yang fantastis). Plus tip backpacking ekonomis: mendapat akomodasi gratis di Eropa, mencari tiket, hostel dan makanan murah selama perjalanan.

Setiap kisah dan suka-duka saat berusaha mengenal Italia, ditoreh dengan sebuah kejujuran dari seseorang yang akhirnya terlalu mencintai negeri Pasta ini.

giugno 16, 2008

V-rolicking in Lyon - The Jakarta Post, 15 June 2008

V-rolicking in Lyon

Gama Harjono , Contributor , Lyon, France | Sun, 06/15/2008 10:17 AM | Travel

Discovering traces of the Gallo-Roman civilization in the French gastronomic capital on a bicycle proves a compelling experience.

The French lady next to me was so polite to offer me her aisle seat. My regional train ran right on time, briskly traversing the Vaucluse up to the Rhone region. Yes, it felt good to be back in "the Hexagon", a moniker for France with its six-sided shape.

It was just past six in the evening when the countryside turned into blocks of condominiums as the train penetrated Lyon's southern fringe.

My friend Kevin was waiting for me at Lyon-Perrache station. He was my host for the next few days. We took the underground Métro toward his place in the quaint district of Pierre Scize.

So I finally set foot in Lyon, France's second largest city.

Or is it the third largest?

It's an age-old enigma. Ask any self-respected French man or woman the question and answers alternate between Lyon and Marseilles. The justification is that Lyon boasts a more ample urban agglomeration whilst Marseilles claims to have more city-dwellers.

We ditched the Métro for a bus, a more confortable option tham walking the streets -- you are often shouldered by haggard Lyonnais coming home from work.

We passed the elegant 18th century Hotel de Ville -- your typical French town hall with a Tuilleries-inspired dome. Just around the corner, the hangar-shaped Opéra de Lyon glistened flirtatiously.

This is the heart of Lyon; if it's happening, it's here. The hip district includes the Place des Terreaux square. Crowds throng the many outdoor cafes for an aperitif session and perhaps an alfresco dinner.

The enormous fountain of Bartholdi is sure to catch anyone's attention. It is an immense ensemble of a life-sized female statue riding a cart pulled by four ferocious horses.

The bus quickly drifted toward the up-market Pierre Scize district, passing the confluence point where the glint and gleam of Europe's major rivers, the Rhone and the Saone, meet right in the center in this French metropolis.

Taking in the panorama, the spire-studded medieval quarter of Vieux-Lyon was greeting me, welcoming me to the gastronomic capital of France.

Lyon is regarded by many as the center of France's fine food. The local cuisine, known as le bouchon, offers unpretentious meat-based dishes of worldwide acclaim. Beware though, warned Kevin, many had turned bouchon's popularity to cash, taking away from its quality.

At Kevin's place, I asked him and his roommate Claire how life was in their neck of the woods.

"We've only been here for about two years, but Lyon is great. You have all you need, from state-of-the-art health services to worldly entertainment, sans the claustrophobic feeling that constantly badgers the Parisians."

Kevin prepped me the next day on how to get around town -- in an eco-friendly way, that was.

I stood staring at a computerized unit resembling a parking meter. It was one of the many V*lo'V terminals, a communal bike rental service, conveniently installed all over the city.

"It's affordable, the first half hour is free then it's just 1 euro (US1.50) an hour. You can often get across town quicker than you can by car," said Kevin. So I gave it a go.

Getting on a Vélo'V is pretty simple once you get a subscription card. To get one, however, can prove a complicated task if you do not have a French credit card. Designed by JCDecaux, the V*lo'V accepts only French credit cards. Kevin helped me obtain one.

Now on my own, my one destination was decidedly the Fourvière basilica. It was a quick ride pedaling my v*lo up the slope, followed by a trip on one of the sky trains.

Despite its classical poise, the basilica of the Notre-Dame de Fourvière is quite a new building, at least by European standards. La Fourvière was constructed in 1870 to praise the Holy Virgin for the salvation of the city from the Prussian armies' onslaught.

The Fete des Lumières (Light Festival) is also associated with this church. A Virgin Mary statue was to be installed at La Fouvière on 8 Dec., 1852. The event was, however, canceled due to a massive storm hanging over Lyon. Unexpectedly, the sky cleared up. The people then lit lanterns on their window sills and now, every year on 8 Dec., the people mark the Fete des Lumières.

Lyon has always been considered a strategic center. Agrippa, once a Roman general and later a consul, selected Lyon as a transportation hub to move his legions between Orl*ean and Arles, and Geneva and Aosta, linking Lyon with the rest of Gaul.

The annual assembly of over 60 Gallic tribes took place on the hills of what is now the Croix-Rousse quarter.

There are few places in France better than Lyon to discover Roman ruins and monuments.

Julius Caesar chose Lyon as the base camp for this conquest of Gaul. Augustus later declared it the capital of the empire's "Three Gauls" (Aquitaine, Belgium and Lyon).

Lyon was a sure winner with the Romans. The ancient town of Ludgunum produced two Roman emperors, Claudius (10 BC) and Caracalla (AD 188).

I quickly detoured toward the hillside of Fourvi*re to find one of France's most important archeological sites. Fouvière was the site of the old forum and saw numerous temples, baths, an Odeon, an amphitheater and even a circus arena in its heyday.

To remember its glorious past, the French built a museum. The museum of the Gallo-Roman Civilization exhibits the Claudian Tables, a record of speech made by Claudius in 48 AD which granted the citizens of Gaul the right to become senators.

Luckily, Lyon's Gallo-Roman amphitheater survived the barbarian invasions. Rebuilt by Emperor Hadrian, it was host to grand concerts and spectacles.

Despite its dilapidated state, it remains functional. A university choir was occupied with a recital, as I was leaving.

I took my bike headed for the Presqu'ile, Lyon's city center. The Vélo'v is such a winner with the French. With a terminal installed every 500 meters, the urban bike proves to be extremely handy for city residents and those in the suburbs even take them to work.

It seems everyone is happy with the arrangement, according to a national survey. JCDecaux replaces stolen or broken bikes fast enough, in return for advertising space. Following Lyon's success, its big sister Paris adopted the bikes in late 2007.

France is of course synonymous with its old quarters. This equates to Vieux-Lyon, a UNESCO-heritage site noted for its Renaissance architectonic heritage. Lyon's cobblestone old town seems perpetually radiant.

The main sight in Vieux-Lyon is St. Jean cathedral. Many come here to let time pass sitting and looking at its austere fa*ade. The 12th-century church houses a beautiful 14th-century astronomical clock, supposedly St. Louis' relic.

Vieu-Lyon's best-kept secret are the traboules. These "corridors" between buildings and courtyards run perpendicular to the river and were originally used as a passageway by silk workers. Many of the traboules are accessible to public.

In addition to its old heritage, Lyon has its fair share of museums and galleries. My personal favorite was the Musée des Beaux-Arts. Housed in a 17th-century Benedictine abbey, this museum offers remarkable collections from Egyptian temple doors to Rubens' masterpiece, The Adoration of the Magi.

The museum is just a backdrop to the animated Place de Terreaux next door. I pulled in my vélo at one of the many cafes.

Another favorite playground in town is Place Bellecour. At 310 meters by 200 meters, it is one of Europe's largest squares. Promenades, jogging and French ball games are practiced in this shaded open area.

Lyon is a great urban space and most noted for its mural trompe d'oeil, most of which illustrate its local characters.

A great example is the gigantic fresco in the rue de la Martinière. This theater depicts the men and women who made Lyon famous, from the Lumière brothers to Antoine St-Exupéry. These great murals can be found in any of Lyon's nine arrondissements and along the river banks.

giugno 13, 2008

Book Launch & Book Discussion Ciao Italia

http://gagasmedia.net/index.php?option=com_content&task=view&id=275&Itemid=1

Book Launch & Book Discussion Ciao Italia

Written by Newsroom
Friday, 13 June 2008

Siapa juga yang nggak pengen ngerasain nikmatnya pizza asli Italia? Negara yang satu ini, emang banyak dilirik para turis sebagai salah satu negara yang eksotik dan kental nilai budayanya.

Tapi... kalo nggak kesampaian datang ke sana, jangan sedih! Karena di launching buku Ciao Italia, kamu bisa merasakan indahnya sensasi negara itu tanpa harus jauh-jauh datang ke sana. Nggak perlu takut dibohongin! Karena penulisnya adalah orang asli Indonesia yang sempat live in di Italia, lho. So, buruan catat agendanya ya!

Hari/tanggal: Selasa, 17 Juni 2008
Pukul: 14.00 WIB - selesai
Tempat: Pusat Kebudayaan Italia, Jl. HOS. Cokroaminoto 117, Menteng, Jakarta Pusat
Pembicara:
- Gama Harjono (Penulis Ciao Italia)
- Bella Saphira (Artis)
- Filomena Vaccaro (Warga Italia)

giugno 12, 2008

Ciao Italia!

Gramedia Plaza Semanggi - 9 Juni 2008




OUT NOW AT A GOOD BOOKSHOP NEAR YOU! Available online click here





Ciao Italia: Catatan Petualangan Empat Musim
Penulis: Gama Harjono
Penerbit: Gagasmedia, 2008

Apakah berkeliling Eropa salah satu impianmu? Atau bersekolah di luar negeri dan bergaul dengan teman-teman baru yang selalu haus petualangan? Buku ini mengajakmu untuk melewati ruang-ruang kelas universitas di Italia, galeri seni ternama, sampai pesta-pesta mahasiswa Eropa yang seru.

"Ciao Italia" akan membawamu menikmati tempat-tempat di pelosok Mediterania, mulai dari kota metropolis berusia lebih dari dua milenium hingga desa terpencil yang menyimpan banyak harta karun seni dan kejutan tak terduga (buktikan dengan foto-fotonya yang fantastis). Plus tip backpacking ekonomis: mendapat akomodasi gratis di Eropa, mencari tiket, hostel dan makanan murah selama perjalanan.

Setiap kisah dan suka-duka saat berusaha mengenal Italia, ditoreh dengan sebuah kejujuran dari seseorang yang akhirnya terlalu mencintai negeri Pasta ini.