luglio 17, 2007

CGK - SRG, Jakarta Semarang dalam dua hari (grazie a Tari)

Maafkan, mungkin timbal asap kendaraan bermotor di Jkt telah mengurangi ketajaman naluri menulis saya, tapi kali ini saya hanya akan mencuri ide dan menyambung tulisan tarivancolleem.blogpsot.com mengenai dunia penerbangan. Dan, saya berusaha untuk relevan, sebab saya tengah berada di Indonesia, tentulah penerbangan lokal yang bakal disinggung.

Minggu lalu pagi buta saya telah berada di bandara Soekarno Hatta, oeee, jam boleh masih enam pagi a.m., anak ayam aja masih tidur kali, tapi checkin counters lokal telah bising dan penuh lalu lalang calon penumpang. Penuh, terutama oleh kardus-kardus berisi souvenir dan oleh-oleh buat kerabat di luar Jakarta.

Saya sendiri malam sebelumny telah dengan penuh kesadaran TIDAK menyertakan cairan di atas 100ml di dalam tas jinjing (sebab tak ada checked-in luggage buat saya). Tapi Indonesia memang spesial, selepas cek sekuritas dengan segala x,w,z ray-nya, kebanyakan calon penumpang memegang botol aqua. Err, cuma saya saja tampaknya yang kehausan ngga punya botol berisi air. Dan di Soekarna Hatta pun, seperti airport Roma, belum ada water bubblers (eg. Sydney punya) sementara saya tidak ingin menyerah kepada sistem ekstorsionis toko minuman airport. Hmm, entah, saya pikir ada baiknya juga RI, di tengah kecaman ketidakamanan (kondisi negeri dan kondisi industri aviasi) menerapkan sistem sekuritas standard internasional, termasuk non 100ml liquid.

Perasaan bizarre alla twilight zone belum untas: mungkin saya naif, tapi saya mendapatkan bahwa bepergian via bandara Indonesia, haruslah membawa gulungan loo paper (tissue toilet). Dan saya mengetahui fakta ini dengan jalan yang kasar. (apakah bandara Indonesia satu-satunya yang tidak menyediakan tissue kepada penggunanya? Err, kasian sekali warga non RI). Untungnya di kabin toilet Indonesia ada bidet dengan semburan yang tidak kalah dengan jetstream di danau di kota Geneva. Tapi bidet super stream tanpa tissue berarti ... err gunakan imaginasi kamu sendiri akan ketidaknyaman final.

Tiba di Semarang, saya mendapatkan lagi-lagi sistem yang sedikit tidak adil. Taksi bandara yang memberi opsi tarif unik. Plus "tol" pintu bandara. Alhasil, minimum bisa 30 ribu padahal pusat kota begitu dekat, mengambil taksi sedepakan di luar airport maka tarif terpangkas setengah, max. 15 ribu sajah. Untunglah warga Semarang (dan Jawa Tengah umumnya) ramah, bisa dibilang sangat ramah, mereka selalu membantu saya, memberi jawaban jujur bagaimana cara ke sini dan ke sana. Pun mereka menawarkan jasa mereka, taksi, becak, angkot, aqua, permen, dll, tanpa mendesak, tanpa melotot-lotok seperti layaknya di Jakarta.

... Dan tinggal saya saja yang terbengong mendengar desingan bahasa Jawa yang tidak saya pahami. "Baru ya, Mas?" ... pertanyaan standar mereka begitu mendengar saya membuka mulut dan seketika tentu terungkap bahwa saya bukan seorang lokal.

"Keselamatan Penerbangan "

- Setelah peristiwa 9/11 bepergian dengan pesawat terbang atau pengurusan visa dan dokumen imigrasi lainnya tidak lagi mudah dan nyaman. Wel l... sesuatu yang berhubungan dengan birokrasi selalu saja ribet :).

Belakangan peraturan tambahan buat penumpang adalah pembatasan dalam membawa cairan sebelum memasuki screening : 100 ml maksimum.Bayangkan, penumpang yang naik pesawat dari Bangkok menuju Frankfurt dengan penerbangan lanjutan misalnya, ke Bologna, penumpang ini membeli oleh2 entah parfum entah produk lain dalam bentuk liquid di Duty free Bangkok airport setelah screening. Barang bawaan itu akan lolos sampai di pesawat dan sampai landing di Frankfurt airport tapi.. disana penumpang harus melalui screening lagi ketika akan melanjutkan pesawat ke tujuan akhir...Mau tidak mau dan harus..barang bawaan dalam bentuk liquid yand di beli di Bangkok tadi harus di serahkan ke petugas... I wonder.. how many bottles of perfume they confiscated and what do they do with it?

Akhir bulan lalu, kita melakukan perjalanan tahunan ke Brussels. Karena terburu-buru saya lupa mengambil gunting dari kotak pensil dimana Ben menyimpan pensil warna dan keperluannya. Jelas petugas di Bologna Airport menyitanya dan Ben seppet sedih karena itu gunting Batman-nya. Setahun yang lalu gunting yang sama lolos di airport yang sama ( sampai ke Indonesia malah) dengan petugas lain dengan sarat: jangan mengeluarkan gunting tsb di pesawat. Terpaksa nafsu gunting menggunting Ben harus di tahan.

Di Brussels airport, saya lupa memasukkan pepper spray yang biasa saya taruh di tas untuk jaga2 di koper. Saya pun bingung dan sayang kalu harus di sita karena di Italia pepper spray ini di larang maka untuk mendapatkannya harus beli di negara lain. Belakangan ini saya memang sering lupa... karena masih ada sebotol air mineral di tas jinjingan saya. Atas ide Nathy, saya menaruh botol air mineral tadi di dalam tas tangan saya dekat dengan pepper spray . Alhasil; petugas terkelabuhi karena mereka lebih terfokus akan air mineral di dalam botol bukannya pepper spray yang sebenernya lebih berbahaya. Iseng saya tanya ke petugas akan di apakan air botolan yang disita. Jawabnya: " we will give the un open bottle to the poor people....

Setelah melalui screening... namanya anak2.. si Ben bilang...mau minum. jadi terpaksa kita beli air mineral dari vending machine yang harganya 4- 5 kali lipat di luar sana.

Jadi, benarkah dengan pembatasan barang bawaan dalam bentuk cairan dan tetek bengeknya penerbangan yang kita tumpangi aman? -

2 comments:

Anonimo ha detto...

Halah.. aku jadi tersipu-sipu..

Ngapain ke Semarang??? Gak mampir ke salatiga sekalian...??

TvC

Anonimo ha detto...

Pengalaman ini terjadi waktu saya ke Indo dengan pesawat KLM,saya setuju dengan pendapat sdr MACCHIATO tentang ketidak disiplinnya orang Indonesia dlm pesawat terbang.Lou Italy.