Di kala SD/ SMP/SMA, saya ingat satu hal dari sang guru pelajaran agama: bahwa agama berarti "tidak kacau". Apakah memiliki atau menganut agama menghilangkan kekacauan? Hmm, pikiran muda saya tentu tidak mau repot mikir sejauh itu. Tapi satu hal pasti, pelajaran agama di Indonesia memberi terlalu banyak materi doktrinisasi dan bukan filosofi. Filosofi tentang kehidupan, terutama, sangat lacking. Di RI, pelajaran agama bahkan hukumnya wajib hingga ke bangku universitas, WOW!? Ngga banyak negara yang mengharuskan mahasiswanya belajar tentang agama, dan Indonesia tidak termasuk dari banyak negara tersebut.
Anyhooow, saya lagi baca buku tentang «dunia arab». Menarik sekali. Tahukah kamu? Ternyata, technically speaking, cuma Maroko doang yang layak disebut sebagai negeri Maghreb. Secara umum maghreb merujuk kepada kawasan Afrika utara (Maroko, Aljazair dan Tunisia). Namun, saudara/i, Tunisia bukanlah Maghreb, bagi warga Arab Klasik. Tunisia punya namanya sendiri err... "xx-grib" gitu. Dan... Maroko satu2nya kawasan yg tidak ter"arabisasi" total.
Baghdad juga sempat jadi "centre of Islamic world" hanya karena kalifnya orang Persia. Jadi sebenernya "facts and needs" can be manipulated when required???
Menarik juga baca tentang sufisme, peradaban bangsa-bangsa dan klan Arab, Afrika, Persia dan Turki, masa kejayaannya, jatuh bangunnya dan penyebabnya. Atau ttg para kalif yang dipercaya sebagai pemimpin semua pemeluk agama Islam, ttg kampanye mereka. Sayangnya kalif sebagai pemimpin agama juga jadi pemimpin peradaban/kekaisaran/kesultanan, maka itu kala mereka haus kuasa, agama berfungsi sebagai penyatu dan alat kampanye. di era medieval "khutba" setiap hari jumat juga harus mendoakan keselamatan sultan.
Palestina apalagi, hot hot hot, saya antara tau dan ngga tau: daerah Palestina sebenernya kota jewish, nabi muhamad sempat berdiam di sini (mengungsi) dan akhirnya menjadi terpandang, sebelum semua jewish diusir dari kota itu. kabba juga sebenarnya tempat multi-kepercayaan, ada ratusan bahkan sebelum dijadikan tempat suci eksklusif monoateis.
Kalo ada satu hal yg ingin gue komentari adalah proses pembentukan hukum (law) di dunia Arab/Islamik. Setelah tiadanya nabi muhamad, ada gap hukum yang tidak bisa di-cover oleh hukum islam, ulama berusaha mengambil dari hadits, dari ucapan2 nabi muhamad, dari examples ... atau seringkali berdasarkan mufakat. Tapi hukum-hukum agamis dibawa ke dunia modern, terutama di dunia Arab, pertanyaannya: hukum yg dibuat di zaman medieval ngga bisa diterapkan di dunia modern yg kompleks (di mana hukum harus dibuat berdasarkan logika masyarakat lokal, bukan berdasarkan example yg terjadi 1300 tahun yang lalu). Definitely big no no.
Gue juga semakin ragu apa manfaat sila pertama pancasila, apakah ketuhanan yang maha esa itu menjamin bangsa indonesia lebih baik, lebih beradab dari bangsa lain yg tidak mencantumkan embel yang sama?
Satu hal yang selalu bercokol di benak gue: materi 'sejarah dan peradaban' dunia Arab diajarkan ngga sih di smp/smu? Apakah pelajar RI diberi informasi yang "berimbang" akan konflik-konflik antar agama yang disebabkan karena politisasi dan haus kekuasaan personage tertentu. Gue selalu bertanya2 waktu sma ttg hal ini, pas pelajaran agama gue keluar kelas. Timbul tanda tanya, apa yg dipelajari oleh classmates? Apakah tentang sejarah islam di RI mencakup kondisi dan relasi antara dunia Arab dan Eropa? hmm...
Gue ngga ngerti kenapa semua agama semudah itu mengklaim "sempurna", "yang terakhir", "yang dijamin benar 100%" hanya karena satu orang, yang dianggap ─atau diasumsikan─ the enlightened one berkata, Whoah, Listen up people, He spoke to me last night!
Hampir setiap agama mengklaim yang terbaik, sedangkan yang lain apa dong? Rubbish to bin out when the garbage man comes around?
Religion. leggere (bahasa latin) = membaca. Re-leggere = membaca berulang-ulang.
Religion, agama, dipercaya oleh banyak orang (believed blindly, rather) hanya karena dibaca berulang-ulang. Dan diulang... dan diulang lagi... dan terus diulang.
...