aprile 12, 2008

un paio di cose

Gue punya problem komunikasi.

Not so much at work or elsewhere.

Tapi di rumah. Dengan keluarga, how crap is that?

Ada satu revelasi lagi.

Antara tahun 2006-2007, gue melewati waktu di tiga negara berbeda, masing-masing di benua yang berbeda. Capek. Melelahkan.

Maka, gue tiba pada kesimpulan: gue harus abandon harapan untuk melewati musim panas eternal, di dua tempat yang berbeda per enam bulan sekali.

Terlalu melelahkan. Dan secara finansial kompleks banget, kecuali kamu Managing Director CLUBMED.

Kembali ke problem rumah-tangga. Iyah, ngga ngerti kenapa, tapi dengan bonyok, susah banget gue nyampein pikiran gue. Pangkal permasalahannya banyak dan bukan semua salah mereka, atau salah gue.

Satu yang paling obvious, beda generasi beda pemikiran.

Gue bilang, iyah minggu depan gue mau ke xxxxxxx.
Nyokap gue: emang boleh liburan selama itu dari kantor?
Gue: ngga, makanya saya berenti kerja.

Bagi nyokap gue, itu ngga masuk akal. Berenti dari satu job, tanpa punya job back-up itu ridiculous. Absurd, bahkan?

Tapi ngga buat gue dan generasi gue. Kayanya mereka yang lahir di tahun 80an, mereka bukan mencari uang saja. Duit emang penting tapi kepuasan juga. And a something extra, berbeda-beda untuk setiap orangnya.

Imbalan gaji bagi gue sekonder, yang penting gue bisa belajar sesuatu dari tempat kerja itu. Dan saat ini gue merasa gue udah mempelajari sesuatu dari tempat kerja saat ini, pusat kebudayaan eropa.

Dan gue butuh break, liburan, vacation, call it as you wish, karena gue merasa selama ini gue udah bekerja keras tanpa jeda dan benar-benar produktif. Tulisan, artikel surat kabar (salah satu yang paling terkemuka di negeri ini), buku non-fiksi bahkan. Semua dalam tempo sembilan bulan. Gue ngga tau apakah gue harus puas. Tapi itu udah gue max. Dan sekarang gue mau tinggal di satu tempat di tepi pantai. Tak berpolusi, tenang, kamar mandi kering, aroma garam dan rumput laut di pagi hari, dan civilisation.

Buat bonyok gue, ide liburan seperti itu tampak seperti "a waste" sesuatu yang sia-sia.

Ngga bisa disalahkan juga. Dari mereka muda, bekerja keras non stop emang mereka lakukan. Hingga sekarang.

Tapi bisakah nilai-nilai mereka diterapkan kepada anak-anaknya?

Voglio essere felice e basta. I seek happiness.

7 comments:

Bijuk ha detto...

ga usah buat bonyok, many young indonesians jg berpikiran it's such a waste. gw jg pgn tuh kek gt...tp buat quitting job for vacation, quit the job, take a break, go vacation selama bbrp blm, supaya get charged up :p

Indri Azzura ha detto...

Bravo macchi!!la vie n'est pas longue, come un gelato in mano...

Unknown ha detto...

Hello Fat! gw coba hubungin mobile lu beberapa x, tp ga bisa2. wel wel wel, lu tinggal di tempat yang waktu itu lg? enjoy ur life der then!! i know, it's much harder in Jakarta! hopefully in two years, i'll be off somewhere else too. please keep in touch ya. u're a kind of a mentor to me too ;p

tukangpot ha detto...

wuih, very challenging, however too risky to take. anyway, its your life, we choose our own path, arent we?

sorry, for not replying your email. how are you dear? welcome home!

tari ha detto...

Lha gimana mau nyambung komunikasi kamu dan bonyok kalau pemakain bahasa kamu campur aduk :))

nidnod ha detto...

Hehehehe, bener juga...
Mungkin lain kali ngobrol sama nyokap jangan pake bahsa Itali. Bahasa daerah aja.

But for me, you're the one who live your life. If it doesn't affect other people's life then go wild!

metty ha detto...

Beda generasi udah beda kok idealismenya. Coba deh cek anak2 yg lahir tahun 90-an, bawaannya pengen yg praktis2 aja, gak mau kerja keras dulu. *sigh

Anyway, hallo. Salam kenal ya.